Senin, 14 November 2011

Ketinggian derajat kaum dhuafa di hadapan Alloh SWT dan Rosul-Nya.

STRATEGI ALLAH MENCIPTAKAN WADAH KEMISKINAN

Ketahuilah bahwa strategi ini sangat-sangat ampuh bagi Allah swt untuk menguji hamba-hambaNya yang ingin mencari kedudukan tinggi disisi-Nya. Karena melalui wadah kemiskinan inilah tidak sembarangan orang mampu merasakannya bahkan menjadi sebuah bentuk ujian terberat bagi umat manusia. Dengan strategi inilah siapa pun yang mampu bertahan didalamnya maka dialah yang akan dianggap sebagai HAMBA PILIHAN yang telah mengalahkan ribuan orang-orang yang ingin dinobatkan sebagai KEKASIH ALLAH SWT yang pantas bersanding dialam langit.



Kalau pencarian hamba-hamba pilihan itu melalui wadah yang bukan berbentuk kemiskinan walaupun tetap dengan menggunakan sarana-sarana ibadah serta ditunjang dengan kriteria kepribadian yang selalu iklas, sabar, tawwadu’, tawwakal dsb, mungkin banyak yang lolos dengan mudah meraih predikat tersebut. Tapi kalau sudah dihadapkan dengan keterpurukkan hidup didalam wadah kemiskinan pasti banyak yang lari dan tidak kuat mengambil resikonya dalam meraih predikat sebagai KEKASIH ALLAH SWT tersebut.

Orang-orang yang kuat bertahan didalam wadah kemiskinan materi duniawi ini kebanyakkan mahabbahannya kepada Allah swt tidak terkontaminasi oleh bentuk-bentuk lainnya yang berhubungan dengan kematerian semata. Karena bagi mereka-mereka semua bentuk kedudukan, jabatan, pangkat, kemewahan tentang materi duniawi ini bagaikan bangkai keledai ditengah-tengah pasar yang sudah membusuk dan tak akan laku dijual walau hanya 1 dirham saja.!!! (seperti yang disabdakan Rosululloh saw).

Padahal kalau semua manusia itu menyadari bahwasannya kemahabbahan kepada Allah swt itu rasanya lebih nikmat, lebih damai, lebih khusyu’ dari pada kemahabahan duniawiah yang sarat dengan gesekkan-gesekkan kepentingan, saling berebut, sikat sana sikat sini, adu gengsi, adu ambisi, saling menindas, rakus, serakah dsb. Bukti nyata tentang semua itu sudah banyak kita temui dikomunitas masyarakat ditengah-tengah kehidupan ini. Memang pola hidup yang mengejar kekayaan dan kemewahan duniawi itu sangat lebih disukai oleh manusia bahkan apapun itu resikonya. Tapi ingatlah pola hidup yang seperti itu sangat-sangat belum pasti tepat bagi Allah swt. Bahkan hal itu telah banyak disindir keras didalam firman-Nya seperti yang kami uraikan didalam DASAR-DASAR PENGKAJIAN tadi.

Hadirnya wadah kemiskinan ini memang jauh-jauh hari sebelum manusia diturunkan dibumi itu sudah dipersiapkan dengan cermat oleh Allah swt agar manusia ketika mengisi kehidupannya dibumi nanti tidak akan kaget dan sudah siap dengan segala bentuk kemiskinan yang terjadi. Hal itu telah diberitakan sejak awal pada semua penghuni-penghuni surga khususnya Adam as bahwasannya kehidupan yang ada dibumi itu nanti nuansanya sangat bertolak belakang dan tidak sama dengan kehidupan dialam surgawi yang penuh dengan kenikmatan-kenikmatan. Ciri-ciri kehidupan dibumi nanti sarat dengan kerasnya alam, panas yang menyengat, saling berebut, gersang, banyak pertikaian dan permusuhan, banyak penindasan dan keterpurukan hidup dsb. Makanya kalau dibumi nanti masih saja tergoda dan terlena dengan kemanjaan-kemanjaan hidup seperti dialam surga maka pasti akan hancurlah manusia itu dikehidupan bumi tersebut. Oleh sebab itu dengan diperkenalkannya wadah kemiskinan ini manusianya diharapkan sudah siap menerima semua kriteria-kriteria hidup dibumi itu tadi. Dan dari semua gambaran-gambaran hidup seperti yang ada diatas tersebut ternyata memang dapat dinetralisir hanya dengan kemampuan menyikapi adanya sebuah kemiskinan yang terjadi didalam kehidupnya.

Disini ada sebuah contoh mudah yang dapat kita maknai dengan gampang ketika kita ingin merasakan bobot kwalitas ibadah kita dengan Allah swt, yaitu kekhusyu’an ibadah-ibadah yang kita lakukan ketika kita ditempatkan pada posisi hidup yang bergelimpangan harta, makan dengan enak, tidur disofa yang empuk, rumah yang megah bagaikan istana dan segala-galanya dengan dibandingkan kekhusyu’an ibadah yang kita lakukan ketika ditempatkan pada posisi hidup yang penuh dengan penderitaan, kesusahan dan keterpurukkan dibawah garis kemiskinan. Nah…mana yang lebih berbobot kwalitas ibadah tersebut bagi Allah swt.?

Sungguh…..kalau melakukan ibadah khusyu’ dihadapan Allah swt ketika diposisikan hidup yang serba enak bahkan sampai mampu berhaji sepuluh kali itu lebih banyak yang mampu melaksanakannya bahkan jumlahnya bejibun didunia ini. Tapi coba lihat disekeliling kita, sungguh sangat tidak banyak orang yang ibadah dengan khusyu’ dihadapan Allah swt ketika diposisikan hidup yang melarat. Bahkan hanya segelintir orang saja yang mampu bertahan. Nah… perbandingan itulah yang menunjukkan bobot kwalitas ibadah tersebut disisi Allah swt. Kalau masih ada yang kuat melakukan kekhusyu’an ibadah didalam sebuah kemelaratannya, itu bagi Allah swt sangat luar biasa. Tapi kalau kekhusyu’an ibadahnya itu berada didalam kehidupan yang mapan-mapan saja bagi Allah swt tidak ada kesan yang luar biasa malah tampak wajar-wajar saja karena banyak yang kuat melaksanakannya.

Makanya orang-orang pilihan Allah swt yang diangkat menjadi kekasih-kekasihNya tersebut hakikatnya diambil dari kwalitas ibadah yang luar biasa tadi. Sehingga sangat-sangat tidak banyak yang dapat meraih gelar itu. Jadi bisa disimpulkan dengan gampang bahwasannya orang-orang pilihan Allah swt sebagai kekasihNya itulah berawal dari sebuah penyikapan yang tepat pada kehidupan yang berselimutkan nuansa kemiskinan atau kemelaratan. Sedangkan hidup yang berselimutkan kekayaan dan kemewahan, barangkali harapannya sangat-sangat kecil bahkan tidak mungkin untuk meraih predikat sebagai orang-orang pilihan yang diinginkan Allah swt, karena nilai ibadah-ibadahnya tadi yang hanya berkesan biasa-biasa saja dan wajar-wajar saja dihadapan Allah swt.

Inilah barangkali alasan kuat Allah swt menciptakan wadah kemiskinan yang ditawarkan pada manusia. Strategi ini memang belum banyak yang mengerti dan tahu dibalik hikmah yang dirasakannya nanti ketika disisi Allah swt kelak. Kodrat manusia memang hakikatnya mau gampangnya saja, mau enaknya saja, mau praktisnya saja tapi juga ingin mau meraup segala-galanya didalam hidup ini. Sehingga apabila dihadapkan dengan kondisi hidup yang sangat bertolak belakang langsung disikapi dengan kebencian dan dihinakannya.



Orang-orang yang digolongkan didalam wadah kemiskinan ini antara lain adalah pengemis, gelandangan, pengamen jalanan, pedagang kaki lima, tukang becak, buruh bangunan dan golongan-golongan dhuafa lainnya. Begitu pula golongan yatim piatu, orang-orang jompo, janda-janda tua yang hidupnya sangat terpuruk dan kekurangan. Nah….dari golongan-golongan inilah yang akan dipilih oleh Allah swt mana diantara mereka yang kuat bertahan dan tetap khusyu’ untuk diambil dan dijadikan orang-orang pilihan sebagai kekasih-Nya dimuka bumi ini.

Makanya dengan identitas dan jati diri orang-orang yang tersebut diatas itu kita jangan sampai memandang sebelah mata, menghinakan, menelantarkan apalagi menindasnya. Karena diantara golongan itulah yang mungkin kita tidak tahu ada salah satu kekasih Allah swt yang dimaksudkan tadi. Dimana yang sering digampangkan sebutannya oleh masyarakat umum sebagai WALI-WALI ALLAH SWT. Jadi bisa disimpulkan lebih spesifik lagi bahwasannya Wali-wali Allah swt itu pun ciptaanya diambilkan dari sebuah kemiskinan. Bahkan garis besar Rosul-Rosul Allah swt pun sebelum Rosululloh Muhammad saw semuanya tidak jauh dari wadah kemiskinan. Dan itu lebih dipertegas lagi terbukti dengan jelas pada diri Baginda Rosul saw beserta sahabatnya seperti yang kami uraikan didepan tadi.

Oleh sebab itu dengan adanya ungkapan yang mengatakan kalau “ulama adalah pewaris atau penerusnya Nabi”. Itu sebenarnya tidak jauh dengan kriteria ulama yang diambil dari orang-orang pilihan (wali-wali Allah swt) yang tentunya juga berada didalam golongan wadah kemiskinan. Sedangkan ulama-ulama yang hidupnya diselimuti gelimpangan harta kemewahan duniawi sungguh sangat meragukan untuk dinobatkan sebagai pewarisnya Nabi. Seperti yang banyak kita lihat pada jati diri ulama-ulama modern dijaman sekarang ini yang gaya hidupnya penuh dengan kemewahan-kemewahan.

Nah….sekarang kita kembali lagi mengkaji tentang sosok jati diri fakir miskin tadi, kita mungkin tahu bahwa banyak manusia yang kuat belajar menyikapi gaya hidup para alim ulama baik itu ilmunya atau kepribadiannya. Tapi ketahuilah bahwa tidak banyak yang kuat manusia itu belajar pada gemblengan-gemblengan hidup yang seperti dialami oleh sosok gelandangan. Banyak manusia-manusia itu ingin bersanding dan berfoto mesra dengan ulama-ulama kharismatik tapi tidak banyak manusia yang mendokumentasikan berfoto mesra bersama sosok gelandangan. Padahal dengan belajar banyak pada gelandangan inilah kita akan tahu kwalitas kesabaran, keiklasan, ketawwakalan dan qona’ah kepada Allah swt didalam hidup ini dari pada kesabaran, keiklasan dan ketawwakalan para ulama-ulama tadi. Mungkin andai saja ditantang sosok ulama itu disuruh hidup bergelandang dengan sosok gelandangan disuruh hidup sebagai ulama, maka pasti ulama tersebut tidak akan kuat dan menyerah kalah kalau harus hidup menggelandang sedangkan gelandangan pasti akan merasa senang dan puas kalau hidupnya harus seperti ulama.

Kita ambil contoh kecil saja, beranikah ulama-ulama itu ditantang makan-makanan busuk yang ada disampah dan tidur berselimutkan dinginnya angin malam dipinggir jalan.? Mungkin satu atau dua hari saja kuat tapi untuk selama hidup yang bertahun-tahun barangkali menyerah total pada gelandangan bahkan keikhlasan, ketawwakalannya dan kesabarannya akan hilang pada jati dirinya kalau kehidupannya diposisikan seperti gelandangan. Oleh sebab itu dengan perbandingan seperti diatas tersebut kita tahu betapa dahsyatnya yang ada dibalik kehidupan para gelandangan sehingga ukuran kekuatan hidup ulama pun mampu dikalahkannya. Makanya dengan katagori tersebut kita bisa mengibaratkan bahwa harga sebuah senyuman sesaat dari para gelandangan itu lebih mahal dari pada harga segunung keikhlasan, kesabaran dan ketawwakalannya para ulama didunia ini !

Karena kalau para gelandangan itu sampai bisa tersenyum didalam hidupnya maka itulah wujud sebuah keikhlasan, ketawwakalan dan kesabaran hidup yang sangat-sangat tinggi dibandingkan dengan lainnya.

Ingatlah islam itu bukan tampilan diluar yang dinilai oleh Allah swt tapi islam itu yang dinilai adalah tampilan didalam jiwa yang berbentuk ahlak yang mulia dihadapan Allah swt seperti ahlak yang berbentuk sabar, ikhlas, jujur, qona’ah, tawwakal, tawwadu’ dsb. Jadi.. dibungkus dgn apapun jati diri manusia itu walaupun seperti gelandangan tapi kalau didalam jiwanya terpancar akhlak yang mulia pasti akan bernilai mahal bagai mutiara disisi Allah swt dari pada seperti ulama yang ke mana-mana berjubah putih panjang tapi akhlaknya masih belum maksimal dihadapan Allah swt.

Nah…kenapa golongan fakir miskin itu harus kita perhatikan dengan cermat bahkan kalau mampu berilah makanan atau sedekah setiap hari.? Malah jangan sampai teraniaya wadah kemiskinan ini dikehidupan seperti yang sering kita temui setiap harinya. Disini alasan kuatnya ada empat pilar utama yang menjadikan fakir miskin ini harus kita junjung tinggi martabatnya, yaitu antara lain :

1. AGAR KITA TIDAK DIGOLONGKAN SEBAGAI PENDUSTA AGAMA.

Sesungguhnya percuma saja kita sholat khusyu’ satu hari satu malam, puasa sebulan penuh, naik haji berkali-kali kalau didalam kehidupan sehari-hari kita ini tidak pernah menyantuni anak yatim piatu dan sekedar hanya memberikan makan pada fakir miskin. Dan hal tersebut telah ditegaskan dengan jelas didalam Al Qur’an surat Al Maa’uun ayat 2 dan 3. Coba teliti dengan cermat ayat tersebut, disitu kita dianjurkan oleh Allah swt agar kepada para fakir miskin untuk bisa sekedar memberikan makan saja tapi bukan menghilangkan kemiskinannya dari kefakir miskinan tersebut, apabila tidak diperhatikan nasib para fakir miskin tersebut maka sekhusyu’ apapun ibadah kita dihadapkan Allah swt akan ditetapkan sebagai PENDUSTA AGAMA.!!!

Jadi alangkah kikirnya kalau ada orang-orang yang tidak mau hanya sekedar memberi makan pada fakir miskin, dimana yang kosekwensinya nanti akan dicap sebagai pendusta agama. Begitu murahnya harga agama yang diyakininya tersebut kalah dengan kekikirannya yang hanya dituntut sedikit untuk bersedekah sebungkus nasi pada fakir miskin. Dan kondisi yang seperti ini memang menjadi kebiasaan yang lumrah adanya kalau orang-orang yang senang menumpuk-numpuk hartanya terrsebut tidak mau perduli dengan apa yang dimakan oleh para gelandangan dipinggir-pinggir jalan. Sungguh ironis sekali agama dan ibadah orang-orang tersebut yang hanya ditentukan dengan ritual-ritual syariat saja sedangkan keperdulian yang tinggi kepada orang-orang dhuafa disekitarnya sudahnya tidak ada lagi didalam getaran sanubarinya. Malah banyak dari golongan yang ahli agama seperti ustad dan da’i-da’i modern yang juga terlena dengan kehidupan yang serba selebritis, publikasi, serta banyaknya majelis-majelis dzikir yang hanya dipenuhi oleh orang-orang kaya saja sedangkan didalam majelis tersebut tidak satu pun ditemukan sosok gelandangan fakir miskin yang harus dimuliakannya.

Malah yang tidak bisa kami bayangkan adalah banyaknya para ulama dan ustad-ustad modern saat ini ikut-ikutan berpangku tangan ria menyambut program pemerintahan yang ingin memerangi, menghapus dan memberantas kemiskinan dikehidupan ini. Sehingga rasa kemanusiaan dan rasa iba pada para gelandangan sudah tidak dipertimbangkan lagi. Mereka-mereka para gelandangan ini ditarik paksa, diseret, dipukuli bahkan dilemparkan didalam mobil-mobil trantib ketika para petugas-petugas negara ini mengadakan operasinya dijalan raya.

Coba sekarang kita lihat sejarah kebelakang tentang riwayatnya Kholifat Umar ra yang pada waktu itu menjadi presiden Negara. Pada suatu hari Beliau ra berjalan-jalan disuatu desa yang terpencil tempatnya. Disitu beliau ra sempat terhenti langkahnya karena mendengar tangisan anak-anak kecil didalam sebuah gubuk reot yang sangat memilukan. Selangkah demi selangkah gubuk tersebut didekatinya dan didengarlah suara anak-anak itu meminta makan pada ibunya karena rasa laparnya yang tidak tertahan lagi. Tapi oleh sang ibu dikatakanlah kalau apa yang dimasak itu sebentar lagi akan matang. Nah…karena saking lamanya menangis sampai anak-anaknya tersebut tertidur pulas. Kemudian dengan penuh rasa haru bertamulah kholifah Umar ra ini masuk kedalam gubuk sambil menanyakan “Wahai ibu…dimanakah suamimu sekarang ini.??? Dan apa yang kau masak itu sehingga sampai anak-anakmu lama menunggu untuk matangnya masakan tersebut.???” Kemudian dijawablah oleh ibu tadi “Ketahuilah wahai orang asing, suamiku sudah lama tidak ada karena dia telah gugur didalam pertempuran membela agama Islam. Sedangkan yang membuat masakan ini tidak matang-matang, karena yang aku masak adalah BATU yang tujuannya untuk membujuk tangisan anak-anakku yang sedang kelaparan. Wahai orang asing kalau anda suatu saat nanti dapat berjumpa dengan kholifah Umar ra maka ceritakanlah kejadian ini padanya dan sungguh kholifah Umar ra memang tidak tahu diri akan nasib rakyatnya setelah dia menjadi penguasa.!!!”

Mendengar ungkapan ibu yang polos tadi kholifah Umar ra hanya terdiam dan tertunduk malu dengan mengatakan pelan “Ya ibu, nanti aku akan sampaikan pada kholifah Umar ra. Sungguh memang benar-benar tidak tahu diri kholifah Umar itu.!!!” Disitu rupanya ibu itu tidak tahu kalau yang dihadapinya adalah kholifah Umar ra sendiri.

Akhirnya singkat cerita diambilkanlah beras satu karung oleh kholifah Umar ra dan dipikul sendiri dari Baitul Maal, ke desa tadi yang jaraknya sangat jauh untuk diberikan kepada ibu tadi. Seketika kagetlah sang ibu itu bahwa yang ditemuinya tadi adalah benar-benar Kholifah Umar ra. Bahkan para bawahannya sempat dimarahi oleh Kholifah Umar ra ketika ingin menggantikan beras yang dipikul oleh kholifahnya sendiri. Nah…yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa kholifah umar ra ini tidak merubah nasib ibu tadi dari kemiskinan menjadi hidup kaya raya.? Padahal pada waktu itu kholifah Umar ra mampu untuk merubah itu semua. Justru yang dilakukan hanya sebatas memberi makan saja pada keluarga yang miskin tersebut. Nah…itulah sebenarnya makna hakikat dari surat Al Maa’uun yang disebutkan tadi yaitu kewajiban kita hanya cukup memberikan makan saja pada golongan fakir miskin tapi bukan merubah dan memberantas kemiskinannya. Karena yang namanya KEMISKINAN itu adalah mutlak milik Allah swt semata, sedangkan manusia tidak berhak untuk melenyapkannya. Itulah yang dilakukan oleh kholifah Umar ra, sehingga dirinya lepas dari predikat PENDUSTA AGAMA. Mungkin barangkali pada saat itu kholifah Umar ra tidak segera mengambil sekarung beras pasti pada saat itu pula khilifah Umar ra di cap sebagai PENDUSTA AGAMA walaupun jasa-jasa beliau ra didalam tegaknya dinnul islam sangat-sangat besar.

Jadi sekali lagi yang perlu kami tegaskan bahwasannya Allah swt tidak menganjurkan untuk memberantas dan memerangi makna KEMISKINANNYA pada kaum-kaum dhuafa tapi yang diperintahkan oleh Allah swt kepada semua umat manusia adalah tumbuhkan saling peduli, saling menolong, saling berbagi yang hanya sekedar memberikan sedekah makanan saja seperti apa yang selama ini kita makan sehari-hari. Biarlah kemiskinannya itu tetap melekat pada jati diri kaum dhuafa karena wadah kemiskinan itu telah mendapatkan derajat kemuliaan yang tinggi disisi Allah swt dari pada wadah kemewahan duniawi yang selama ini dikejar-kejar dan didewa-dewakan oleh mayoritas umat manusia.

Itulah hikmah besar dibalik kisah kholifah umar ra dengan seorang ibu yang fakir miskin didalam hidupnya sehari-hari dalam memaknai sebuah WADAH KEMISKINAN.

2. KARENA DO’A FAKIR MISKIN MAMPU MEMBUKA PINTU LANGIT.

Didalam ketentuan Allah swt menurunkan BAROKAH-NYA dari langit dengan deras bagaikan air terjun yang tidak henti-hentinya, itu hanya dapat dilakukan oleh empat golongan yang ada dimuka bumi ini, yaitu:

a. Ilmunya para Ulama

b. Sifat adil dari sang penguasa (Umaroh)

c. Kedermawanan orang kaya

d. Doanya fakir miskin.

Nah….empat golongan inilah sebagai kunci yang mampu membuka pintu langit untuk mendapatkan derasnya barokah dari Allah yang tanpa henti-henti yang akhirnya menjadikan suatu daerah itu akan merasa adil dan makmur tanpa adanya adzab atau musibah yang diturunkan Allah swt. Tanpa kunci-kunci tersebut maka pintu-pintu langit yang berjumlah tujuh lapis itu tidak akan terbuka dan tidak akan diturunkan pula barokah dari langit, karena selama pintu langit masih tertutup maka mustahil barokah akan turun ke bumi.

Jadi disinilah hakikatnya Allah swt itu menciptakan langit sampai tujuh lapis yaitu untuk menyeleksi dan mengontrol amal perbuatan baik semua manusia dibumi yang naik keatas menghadap kepada Allah swt agar mendapatkan balasan pahala dan barokah serta juga untuk menahan adzab yang dilepas dan diturunkan ke bumi agar bumi tidak hancur dan meleleh akibat dahsyatnya adzab tersebut. Andaikata tanpa langit-langit tersebut pasti bumi sudah musnah sejak dahulu.

Amal perbuatan baik yang naik keatas itulah harus mampu melewati pintu demi pintu dari langit yang satu ke langit yang lainnya. Dan disetiap pintu-pintu langit amal perbuatan baik itu selalu dikontrol dengan ketat oleh Allah swt, apakah perbuatan baik itu didasari keiklasan yang tinggi ataukah karena kepentingan-kepentingan tertentu. Makanya tidak semua amal perbuatan baik itu bisa diterima Allah swt secara langsung. Dan hanya amal baik orang-orang yang keiklasannya tinggi-lah yang bisa membuka dan melewati semua pintu-pintu langit. Sedangkan amal baik yang didasari dengan kepentingan-kepentingan seperti pamer, pamrih itu semua hanya menggantung antara langit dan bumi, yang hakikatnya tidak mampu melewati pintu-pintu langit dan tidak lolos dari kontrol Allah swt untuk mendapatkan sebuah pahala dan barokah yang abadi.

Oleh sebab itu kalau ingin lolos dari kontrol Allah swt dari langit ke langit tersebut maka carilah di salah satu empat golongan diatas yang berperan sebagai kunci yang mampu membuka semua pintu-pintu langit. Kemudian dekatilah dan manfaatkan salah satu kunci dari empat golongan tersebut agar kita mendapatkan kucuran barokah yang deras tanpa henti bagaikan kita meletakkan satu wadah dibawah air terjun yang selalu penuh dan penuh bahkan sampai tumpah keluar barokah tersebut mengenai sekeliling kita.

Jadi tujuh lapisan langit yang diciptakan oleh Allah swt itu ibarat pipa penyaring yang mempunyai dua jalur, yaitu jalur naik ke atas yang digunakan untuk mengangkat amal perbuatan baik dan jalur turun ke bawah yang digunakan untuk melepaskan adzab atau barokah. Disitu kalau amal baik itu banyak yang terangkat ke atas dan sampai berada disisi Allah swt maka barokalah yang akan mengucur deras turun ke bumi tapi kalau tidak satu pun amal baik itu terangkat keatas bahkan Allah swt merasakan sepinya amal baik yang ditemuinya maka adzablah yang akan deras turun ke bumi. Karena secara spontanitas kalau di alam langit tersebut jarang sekali ditemui amal baik yang terangkat ke atas maka itu berarti menggambarkan umat manusia tidak ada yang pernah berbuat kebaikan lagi dimuka bumi ini alias ahlaknya rusak total.!!!

Nah….disetiap lapisan langit itu seluruh Rosul-Rosul Allah swt ditempatkan disitu semua bahkan Baginda Rosul saw pun selalu berkeliling mengontrol dengan serius disetiap dua jalur yang ada dipintu-pintu langit tersebut. Dimana tujuan Beliau saw adalah karena ingin tahu sampai seberapa banyaknya amal-amal baik yang terangkat ke atas sehingga dijalur yang satunya Rosululloh saw akan segera berusaha membuka lebar-lebar pintunya agar barokah yang segera turun dapat mengalir dengan deras. Disitu juga Rosululloh saw akan mempersempit saringan pintu langit kalau yang diturunkan oleh Allah swt itu adalah adzab, agar umat-umat kesayangannya tidak terlalu pedih merasakan adzab tersebut dan juga dengan memperlambat adzab yang diturunkan itu Rosululloh saw pun masih ada waktu untuk memberitahukan kepada umat kesayangannya yang ada di bumi yang masih khusyu’ memegang sunahnya dan syariat Islam. Tujuannya agar orang-orang soleh yang diberitahu nanti dapat bersiap diri dan mengantisipasi hadirnya adzab yang segera diturunkan ke bumi.

Disitulah letak kemurahan dan welas asih Rosululloh saw pada umat kesayangannya. Makanya kadang-kadang orang yang kekhusyu’an dan keiklasannya tinggi itu banyak tahu lebih dulu ketika adzab itu bakal diturunkan sehingga dengan antisipasi yang sempurna maka selamatlah orang-orang soleh itu dari adzab yang pedih.

Dengan sibuknya Rosululloh saw mengawasi dan mengendalikan diantara dua jalur pintu langit itu para Rosul-Rosul yang lainnya yang ada disetiap lapisan langit tadi tidak bisa berbuat banyak untuk membantu Baginda Rosul saw. Para rosul-rosul itu hanya mampu mengamati dengan penuh rasa haru, menangisi dengan penuh tawwadu’ serta berdoa dan bersholawat dengan lantunan suara yang indah pada Beliau saw.

Diantara langit-langit yang ditempati itulah semua Rosul-rosul Allah swt mengetahui hilir mudiknya dan keluar masuknya adzab atau barokah ketika diturunkan ke bumi. Sehingga rusak atau tidaknya ahlak manusia, hancur atau tidaknya bumi untuk dikiamatkan nanti semuanya disaksikan dengan jelas oleh rosul-rosul Allah swt yang ada disetiap lapisan langit. Oleh sebab itu kunci-kunci yang mampu membuka pintu langit itulah yang menentukan rusak tidaknya atau kiamat tidaknya kehidupan di bumi ini.

Nah…setelah kita tahu betapa pentingnya peran kunci-kunci pembuka pintu langit tersebut maka langkah selanjutnya adalah manakah kunci yang lebih mudah ditemukan dan digunakan diantara empat golongan tersebut.??? Apakah ada di Ulamanya, Umarohnya, orang-orang kaya dermawan ataukah pada doa fakir miskin.??? Untuk itu mari kita telusuri satu persatu masing-masing kunci tersebut.

Ø Kunci yang ada pada ilmu para ulama

Disini menurut pandangan kami nampaknya sangat-sangat sulit untuk menemukan ilmunya ulama yang benar-benar tulus dan putih untuk dijadikan kunci pembuka pintu langit, apalagi ulama yang ada di akhir jaman ini. Semuanya hampir diukur dengan nilai-nilai nominal semata sehingga nuansa ilmu yang tersebar dikomunitas masyarakatnya sudah sangat jauh dari sentuhan kesucian dan kesakralan ilmu tersebut. Bahkan sepak terjang ulama-ulama dijaman ini banyak yang suka mengejar-ngejar kekuasaan,ikut berpolitik kotor, bergaya selebritis, suka publikasi, pamer dan pamrih, yang semuanya itu sangat menyimpang jauh dari harapan Rosululloh saw yang konskuensinya seharusnya tidak pantas untuk dinobatkan sebagai pewaris Nabi sejati.

Sehingga kalau ilmunya ulama semacam ini apabila digunakan untuk membuka pintu langit bahkan sampai kelapisan tujuh sungguh sangat sulit sekali, karena kesucian ilmunya sudah banyak yang terkontaminasi dengan hal-hal yang berbau kepentingan-kepentingan kematerian semata. Dan itu pasti akan ditolak balik oleh Allah swt ketika masih berada dipintu langit yang pertama. Makanya ilmunya ulama-ulama yang seperti itu jarang membekas didada setiap umat muslim ketika disampaikan melalui syiarnya. Apalagi sampai mampu merubah aklak manusia menjadi lebih mulia dan istiqomah didalam hidupnya. Malah yang sering terjadi adalah setelah memberikan materi ilmu didalam ceramah agamanya hampir tidak membekas pada pendengar-pendengarnya sehingga aklak-aklak kepribadian yang buruk akan tetap seperti semula, sedangkan dai-nya sendiri pun setelah menerima amplop maka selesai sudah urusannya. Entah ceramahnya tadi itu disikapi atau tidak didalam kepribadian setiap muslim yang mendengarkannya, baginya tidak ada pertimbangan dan tidak ada kontrol balik sama sekali hasil ceramah tersebut. Yang penting ceramah itu sudah disampaikan ya sudah, meskipun banyak banyolannya dari pada materi ilmu ngajinya disetiap ceramahnya.

Inilah salah satu sebagian besar contoh gaya ulama-ulama modern dalam mensyiarkan ilmu-ilmu Allah swt ditengah-tengah masyarakatnya. Sedangkan ulama-ulama yang mempunyai kharomah kewalian jumlahnya sudah sangat sedikit bahkan banyak yang sembunyi dari keramaian dunia, bahkan banyak yang sudah diambil oleh Allah swt. Ulama yang mempunyai kharomah kewalian inilah yang sebenarnya harus kita temukan karena ilmu-ilmunya-lah yang cocok sebagai kunci pembuka pintu-pintu langit sampai lapisan yang ke tujuh. Namun sekali lagi sudah sangat sulit kita temukan dijaman akhir ini. Makanya harapannya sangat kecil sekali kita menemukan dan menggunakan kunci ini. Untuk itu mari kita coba kunci lainnya yaitu pada kunci yang kedua terletak pada sifat adilnya para umara’

Ø Kunci yang ada pada sifat adil sosok penguasa (umara’).

Disini kita malah lebih memahami bahwasannya dijaman akhir ini hampir 99% tidak ada sifat adil yang dimiliki oleh penguasa. Justru yang banyak terjadi adalah sifatnya yang suka menindas, menghalalkan segala cara, rasa pamer dan pamrihnya tinggi, mendewa-dewa jabatannya dan menghancurkan siapa saja yang menghalanginya. Nah…kalau rasa keadilan itu hanya sebagai wacana dan mimpi semata maka harapan untuk menemukan kunci pembuka pintu langit sudah sangat mustahil kita dapatkan.

Makanya jangan heran kalau ada suatu Negara yang ditimpah musibah atau adzab berkali-kali karena hanya gara-gara satu orang saja yang haus kekuasaan dan menelantarkan kaum dhuafa. Satu orang inilah yang membuat pintu langit itu semakin menutup rapat dan sulilt untuk melepaskan barokah dari langit. Sehingga betapa subur alamnya dan berlimpah ruahnya kekayaan alamnya namun tetap saja sengsara masyarakatnya bagaikan ayam kelaparan dilumbung padi.

Jadi kita bisa menyimpulkan sekali lagi bahwasannya kunci yang kedua ini pun sangat-sangat sulit kita temukan. Oleh sebab itu coba kita cari kunci lainnya yang ketiga ditempat kedermawanannya orang kaya. Karena harapa pada kunci yang pertama dan kedua diatas tadi untuk meraih barokah Allah swt sudah tidak mungkin kita dapatkan dengan mudah. Nah…mungkinkah kunci kedermawanan orang kaya itu mampu membuka pintu langit dengan mudah.??? Mari kita kaji bersama-sama…..

Ø Kunci yang ada pada kedermawanan orang kaya.

Kedermawanan yang dilakukan oleh orang kaya ini ada dua macam jenisnya yaitu kedermawanan yang sifatnya publikasi (pamer / pamrih) serta yang satunya kedermawanan yang sifatnya sembunyi-sembunyi / yang penuh keikhlasan. Tentunya kedermawanan yang sifatnya publikasi itu harapannya sangat tipis dihadapan Allah swt untuk bisa diterima mendapatkan kucuran barokah, karena bagi Allah swt sesuatu kedermawanan yang dipamer-pamerkan sudah pasti akan ditolak mentah-mentah. Bagi Allah swt walaupun tidak dipamerkan pasti semuanya akan diketahui-Nya. Itu adalah bukti bahwa kedermawanan yang dipublikasikan oleh orang-orang kaya sudah dihijab dengan tabir tembok yang sangat kokoh oleh Allah swt. Jadi dengan demikian pasti sia-sialah semuanya yang didermawankan tersebut untuk digunakan membuka pintu langit.

Sedangkan kedermawanan yang sifatnya sembunyi-sembunyi itu pun ada dua bagian yang masih dihijab pula oleh Allah swt dengan tembok yang kokoh yaitu kedermawanan pada hal-hal yang bersifat baik atau kedermawanan pada hal-hal yang buruk yaitu yang ada hubungannya dengan sebuah kemaksiatan. Hijab itulah yang nanti akan membentengi semua bentuk kedermawanan yang bersifat tidak baik dimata Allah swt walau pun sudah disifati dengan sembunyi-sembunyi.

Begitu pula dengan kedermawanan sembunyi-sembunyi yang bersifat baik bagi Allah swt tetap saja terus dihijab dengan tambok yang kokoh yaitu diseleksi dengan ketat tentang rejeki yang diperolehnya, apakah dari sesuatu yang bercampur haram atau halalan toyyibah.? Bagaimana dgn orang-orang kaya dijaman ini yang hampir rejekinya tidak ada yang halalan toyyibah malah mayoritas banyak yang diperoleh dari kecurangan, korupsi, riba atau apapun disikatnya yang penting bisa kaya. Sehingga rejeki yang model seperti ini secara tidak langsung akan ditolak mentah-mentah juga oleh Allah swt ketika sampai dipintu langit yang pertama.

Sedangkan rejeki yang berasal dari halalan toyyibah sangat-sangat kecil sekali jumlahnya dan itupun masih tetap terus dihijab lagi oleh Allah swt yaitu diseleksi dengan ketat tentang kemana saja dibelanjakannya.? Disitu walaupun yang diperoleh itu sudah halalan toyyibah dan yang dibelanjakan itu pun juga sudah benar-benar baik menurut syariat Allah swt, itupun masih saja dihijab dengan pertanyaan sudahkah diambil 2,5 %nya dan dizakati disetiap tahunnya.? Nah dengan banyaknya hijab-hijab yang seperti itu bagi ukuran umat manusia yang sudah mencapai hidup yang kaya dijaman akhir ini semuanya hampir tidak bisa dilewati dengan mulus untuk sampai dihadapan Allah swt. Dengan demikian secara tidak langsung disinilah sulitnya kedermawanan orang-orang kaya itu berperan sebagai kunci yang mampu membuka pintu-pintu langit.

Jadi bisa disimpulkan sekali lagi bahwasannya tiga kunci yang ada diatas tersebut sangat-sangat sulit untuk digunakan membuka pintu-pintu langit, sehingga harapan satu-satunya yang tertinggal adalah menemukan kunci terakhir yang ada pada do’anya fakir miskin. Nah…apakah mampu kita temukan dengan mudah kunci tersebut ataukah malah tambah lebih sulit dari ketiga kunci yang sudah kita bahas diatas tadi.?Untuk itu mari kita kaji kunci yang ada pada doa fakir miskin ini.

Ø Kunci yang ada pada do’a fakir miskin.

Alternatif inilah yang mungkin jalan termudah untuk menemukan kunci yang mampu membuka pintu langit yang selama ini sulit ditemukan pada tiga kunci lainnya seperti yang ada diatas. Kenapa demikian.? Karena doa yang dimiliki oleh fakir miskin ini prosesnya tidak sulit untuk ditemukan tinggal bagaimana caranya saja kita mau mendekati fakir miskin yang ada disekitar kita untuk mendapatkan doa-doanya. Namun sekali lagi, melihat manusia-manusia akhir jaman ini sudah kian surut kepedulian mereka pada kaum fakir miskin ini, akhirnya banyak juga yang tidak mendapatkan doa-doanya. Makanya yang menerima doa itu hanya sebatas orang-orang yang mau peduli dan mengerti tentang kedudukan fakir miskin saja. Mungkin jumlahnya hanya segelintir orang saja yang bisa berbuat seperti itu pada fakir miskin. Coba bayangkan betapa nikmatnya kalau kunci itu kita dapatkan dengan mudah didalam hidup ini, pasti kita tidak akan henti-hentinya mendapatkan derasnya kucuran barokah dari langit bagaikan siraman air terjun yang menyejukkan jasmani dan rohani kita.

Sungguh sayang seribu sayang jalan termudah ini begitu dihinakan dan diremehkan disetiap relung hati umat manusia diakhir jaman ini. Biarlah mereka-mereka yang tergila-gila dengan kesuksesan duniawi semata ini terlena dengan hal-hal yang bersifat sementara, sedangkan makna barrokah yang mendatangkan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan abadi tidak dijadikan pertimbangan yang semestinya.

Makanya dengan semua kajian-kajian yang ada diatas tersebut, mari.. bersama-sama kita-2 yang masih dielamatkan Alloh , yang hidup ditengah-tengah jaman yang penuh dengan panasnya gesekkan-gesekkan ambisi dan hawa nafsu berusaha mencoba mencari celah kecil untuk menemukan secercah harapan barokah Allah swt yang ada dilangit dengan melalui shodaqoh di setiap harinya, walaupun sekedar memberikan sedekah makanan bagi kaum-kaum dhuafa yang ada dipinggir jalan. Baik itu sedekah berupa beras ataupun sedekah makanan yang walaupun sekedar nasi bungkus

Harapan kami bersama-sama jamaah ini tidak banyak, cuma hanya ingin mendapatkan sepatah kata doa yang keluar dari mulut kering orang-orang gelandangan dipinggir jalan yang kita sedekahi setiap hari tadi, sehingga dengan itulah kami sudah merasa puas lahir batin dunia akhirat. Doa-doa mereka yang sering kami dengarkan walaupun nuansanya sangat-sangat polos, sederhana, iklas dan singkat yang hanya berkata ”semoga selamat…..,semoga dibalas oleh Allah swt….semoga rejekinya bertambah….dsb” itu mampu menggetarkan Arsy-Nya dialam langit.

Dengan doa sesingkat itu bagi kami hakikatnya didalamnya penuh dengan warna-warna keikhlasan dan ketulusan yang tinggi dari lubuk hati para dhuafa ini. Dan kami yakin seyakin-yakinnya bahwa seketika itu pula langsung pintu-pintu langit yang ada diatas kami mulai dari langit pertama sampai langit ke tujuh akan terbuka lebar dan mengucurlah dengan deras barokah dari Allah swt….Amin Allohumma Amin. Apalagi tidak ada alasan doa fakir miskin yang tidak ikhlas karena mereka itu hidupnya sudah tidak punya kekuasaan apa-apa, sudah dihinakan dan sudah tidak bisa berbuat apa-apa, sehingga yang tersisa hanyalah seunta do’a dan kesabaran, segenggam keikhlasan dan ketawwakalan kepada Alloh robbul alamin.

Andaikata wadah fakir miskin ini benar-benar dihalalkan oleh Allah swt untuk diberantas dan dilenyapkan dimuka bumi ini seperti yang sekarang digembar-gemborkan oleh para penguasa, maka pasti tidak ada kekuatan lagi yang bisa membuka pintu langit. Bagaimana dunia ini tidak segera di kiamatkan oleh Alloh? Atau barangkali negara ini tidak henti-hentinya ditimpa adzab dan musibah oleh Allah swt. Diakibatkan oleh kualat besar terhadap kaum dhuafa.

Inilah yang harus kita renungkan dengan cermat didalam hidup ini ketika menyikapi sebuah fenomena aneh yang ada pada jati diri fakir miskin, terutama pada kekuatan doanya. Karomah inilah yang membuat kita tidak boleh menelantarkan apalagi menindas dan menyakiti fakir miskin. Alasan-alasan kuat lainnya terdapat pada penyebab ketiga, yaitu :

KARENA JATI DIRI FAKIR MISKIN ADA 3 DIMENSI.

Tiga dimensi yang dimaksud itu adalah terdiri dari dimensi :

Malaikat Allah swt,

Wali Allah swt

keluarga besar Rosululloh saw.

Dari ke tiga dimensi itulah kemudian dikumpulkan menjadi satu oleh Allah swt dan dibentuk menjadi sebuah ciptaan yang benar-benar disembunyikan kekuatan karomahnya agar hal itu tidak diketahui oleh setan dan sekutu-sekutunya. Bahkan tampilan sosok ini nanti oleh Allah swt seakan-akan selalu dihinakan, diremehkan dan tidak ada harganya sama sekali dimata umat manusia. Sosok inilah yang kita kenal sebagai sosok hamba Allah swt yang keberadannya masih diselimuti dengan kemiskinan yaitu sosok fakir miskin yang hidupnya benar-benar jauh dibawah garis kemiskinan, yang kita kenal dengan sebutan Gelandangan.

Fenomena aneh inilah banyak yang tidak tahu dan pasti heran adanya, namun bagi orang-orang yang mengerti tentang itu akan tidak sulit untuk menemukan siapa itu Malaikat Allah swt, Wali Allah swt dan keluarga besar Rosululloh saw. Sehingga ketika kita melihat seorang gelandangan dengan rasa iba (kasihan) dan bermahabbah padanya maka hakikatnya kita telah melihat sosok Wali Allah swt dengan nyata. Namun kalau kita melihat tanpa ada rasa kasihan dan mahabbah maka tidak akan tampak pula jati diri Wali Allah swt didalam sosok gelandangan tadi. Yang tentunya keberadaan sosok wali Allah swt didalam jati diri gelandangan itu tetap tersembunyi dan disembunyikan dengan rapi oleh Allah swt. Makanya para sesepuh-sesepuh alim ulama dulu sering mengingatkan kita bahwasannya sosok gelandangan itu kadang-kadang bukan orang sembarangan, bahkan bisa jadi itu adalah salah satu Walinya Allah swt yang menyamar sebagai gelandangan. Begitu pula setelah kita melihat dengan rasa iba dan bermahabbah lantas dilanjutkan dengan menghampirinya penuh dengan ketawwadu’an maka sosok gelandangan itu secara hakikat berganti dimensi menjadi Malaikat Allah swt, sehingga dengan demikian disitu kita juga hakikatnya melihat Malaikat Allah swt dengan nyata. Kemudian dilanjutkan terus dengan kita bersedekah secara ikhlas dan tetap bermahabbah padanya maka dimensinya secara hakikat berubah menjadi sosok keluarga besar Rosululloh saw yang selalu dimuliakan oleh Allah swt disepanjang masa. Sehingga pada saat itu pula kita juga melihat dengan nyata salah satu keluarga Rosululloh saw.

Coba bayangkan betapa dahsyatnya dimensi yang ada pada jati diri sosok gelandangan kalau kita dekati dengan rasa iba, mahabbah, tawwadu’ dan bersedekah padanya walau hanya sebungkus nasi saja.

Nah…kira-kira balasan apa yang akan kita dapatkan dari tiga dimensi tadi yang ada pada sosok gelandangan tersebut.? Sungguh dengan sebungkus nasi yang kita sedekahkan tersebut kita akan mendapatkan balasan pancaran nur ilmu Allah melalui dimensi wali Allah. Kemudian akan mendapatkan nur hidayah melalui dimensi malaikat Allah. Dan yang terakhir akan mendapatkan nur Muhammad pada diri kita melalui dimensi keluarga besar Rosululloh SAW yaitu pribadi yang selalu diterangi dengan pancaran budi pekerti Rosululloh saw.

Sungguh beruntunglah orang-orang yang mengerti tentang hakikatnya Allah sampai menciptakan wadah kemiskinan yang ternyata didalamnya terdiri dari sekumpulan para fakir miskin dengan bernuansa 3 dimensi. Dan sungguh merugilah orang-orang yang tidak mengenal tentang itu semua, bahkan justru mereka menghinakannya bagaikan sampah yang tidak ada harganya sama sekali dimata mereka. Mari kita lihat dengan mata batin yang paling tajam , ketika Rosululloh saw memilih jalan hidup yang fakir miskin duniawi. Begitu pula Beliau saw selalu memuliakan tamu-tamunya setiap hari yang sebagian besar dari golongan fakir miskin. Dan malah yang tampak jelas tentang pernyataan Beliau saw dalam sabdanya bahwa “ Besok ketika aku masuk surga pertama kali akan bersama-sama dengan rombongan fakir miskin. “

Jadi begitu mulianya fakir miskin ini dimata Allah swt dan Rosululloh saw. Dan memang tidak heran semua itu bagi yang mengerti tabir rahasianya. Makanya kalau dijadikan sebuah ukuran bahwasannya satu gelandangan yang tercipta itu bobotnya sebanding dengan sepertiga Malaikat, sepertiga Wali Allah swt dan sepertiga dari keluarga besar garis Rosululloh saw. Sehingga 3 kekuatan dimensi inilah yang menjadikan mulia disisi Allah swt dan Rosululloh saw. Tidak ada satu pun yang bisa mengalahkan kesabaran, keiklasan, ketawwakalannya para gelandangan dibumi ini. Karena kesabaran yang ada pada diri gelandangan itu merupakan bentuk kesabarannya Malaikat Allah swt, kesabarannya Wali Allah swt, dan kesabarannya keluarga Rosululloh saw. Begitu pula keiklasan, ketawwakalan dan qona’ahnya.

Inilah salah satu yang menjadi alasan kuat kita harus memperhatikan dan menjunjung tinggi martabat para fakir miskin ini pada derajat kemuliaan ditengah-tengah kehidupan kita. Adapun pilar yang keempat adalah:

KARENA FAKIR MISKIN ADALAH PEMILIK SURGA ALLAH YANG SEJATI

Pernyataan kalau surga itu adalah hak milikinya kaum fakir miskin kemungkinan tidak banyak yang tahu bahkan banyak yang protes tentang hal ini. Sebab semua umat manusia jatuh bangun melaksanakan ibadah didunia ini semata-mata hanya mendambakan masuk surga dengan sukses yang didalamnya penuh dengan kenikmatan-kenikmatan yang luar biasa. Harapan untuk lolos melewati pengadilan akhirat yang ketat, serta untuk mampu menyebrangi jembatan Sirothol Mustaqim secepat kilat merupakan tujuan besar diperjalanan hidup yang sesungguhnya dialam akhirat nanti.

Tapi ketahuilah bahwa semua kenikmatan-kenikmatan disurga itu adalah sebuah kenikmatan yang berbentuk kejutan besar bagi hamba-hamba Allah swt didalam hidupnya yang belum pernah sedikit pun merasakan sebuah kebahagiaan hidup. Seperti yang ditegaskan oleh Baginda Rosul saw dengan sabdanya bahwa “Surga itu adalah kenikmatannya tidak pernah terlintas didalam pikiran, tersentuh oleh tangan, terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terbesit dalam hati bahkan tak pernah hadir dalam mimpi.” Namun disisi lain surga itu juga digambarkan dengan jelas didalam Al Qur’an yang sepertinya sering kita temui dikehidupan ini yaitu misalnya ada sungai yang mengalir dengan jernih, makanan yang enak-enak, tidur di peraduan yang empuk, bersandingkan dengan tujuh puluh bidadari dsb. Dengan demikian mana makna kejutannya.? Disalah satu sisi makna yang digambarkan didalam Al Qur’an sepertinya sudah sering kita temui, yang artinya tidak ada kejutan besar didalamnya. Tapi disisi lainnya Baginda Rosul saw menggambarkan tidak pernah tergambar sama sekali kenikmatan-kenikmatan tersebut sehingga akan menjadi sebuah kejutan besar bagi siapa saja yang merasakannya.

Coba kita renungi sejenak gambaran-gambaran surga seperti yang dijelaskan oleh Baginda Rosul saw dengan yang dijelaskan didalam Al Qur’an. Disitu seakan-akan berbeda dan bertolak belakang penggambarannya. Padahal kedua penjelasan tersebut sangat-sangat berhubungan erat dan tidak ada perbedaannya sama sekali. Oleh sebab itu coba kalau kenikmatan-kenikmatan yang digambarkan seperti itu misalnya tidur peraduan yang empuk, makan makanan yang enak kalau dihadapkan pada golongan orang-orang fakir miskin bukankah hal itu menjadi sebuah kejutan besar yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya, terbesit dalam hatinya, bahkan tersentuh dalam angan-2nya? Apabila dibandingkan dengan gambaran kenikmatan-kenikmatan tersebut ketika diberikan pada golongan orang-orang kaya yang setiap harinya sudah kenyang merasakan makan enak, tidur diranjang mewah dan empuk bahkan ditemani oleh wanita-wanita cantik.? Pasti gambaran kenikmatan surga yang digambarkan di atas tadi sama sekali bukan sebuah kejutan yg besar baginya. Malah mungkin saja kalau orang-orang kaya itu nanti dimasukkan surga, dalam hati mereka berkata “ Bukankah surga ini kenikmatannya hanya seperti ini kenikmatan hidup yang aku rasakan didunia? bahkan tidak ada kejutan besar sama sekali didalam surga itu baginya.”

Sedangkan untuk golongan fakir miskin ketika nanti dimasukkan kedalam surga mereka-mereka nanti akan lebih bersyukur dan bersyujud sejadi-jadinya bahkan kejutan besar yang dirasakannya tidak bisa digambarkan dengan ungkapan-ungkapan apapun. Para fakir miskin ini hanya bisa berkata “ Yaa Allah ,sungguh benar apa yang disabdakan oleh Rosul kesayangan-Mu sang Habibillah Muhammad saw bahwasannya kenikmatan-kenikmatan seperti ini benar-benar tidak pernah terbesit dalam hati, terlintas dalam pikiran kami”

Akhirnya dengan ungkapan yang keluar dari mulut kedua golongan inilah Allah swt beranggapan “SurgaKu adalah sangat tepat bagi orang-orang yang selalu bersyukur dengan kenikmatan yang sudah Aku karuniakan didalamnya. Dan memang golongan FAKIR MISKIN-LAH yang pantas memilikinya dari pada golongan orang-orang kaya yang selalu hidup dalam kemewahan.!!!” Bahkan oleh Allah swt didalam surga itu semua atribut yang dipakai dan dimiliki oleh fakir miskin nanti seperti atributnya gelandangan akan diabadikan dan diletakkan didalam satu tempat yang terbuat dari mutiara, permata dan emas . Atribut tsb misalnya seperti sandal bututnya, pakaian kumuhnya, celana sobeknya, tasnya yang kumalnya , bahkan gubuknya yang reot semuanya tesimpan rapi didalam satu tempat yang indah. Semua itu tujuannya agar ketika gelandangan ini merasakan nikmatnya didalam surga akan selalu teringat dengan kehidupan masa lalunya yang penuh dengan penderitaan dan kesengsaraan. Sehingga yang terjadi setiap saat akan selalu bersyukur dan mensyukuri nikmat yang dirasakannya.

Sedangkan bagi orang-orang kaya yang diselimuti dengan kemewahan hidup sangat sulit untuk mendapatkan surga alasannya karena disebabkan adanya beberapa hal yaitu antara lain:

- Gaya hidup dan prilaku orang kaya banyak yang dekat dengan kesombongan sedangkan fakir miskin hampir tidak mempunyai benih-benih kesombongan. Padahal bagi Allah swt siapa pun yang mempunyai benih kesombongan maka akan diharamkan masuk surga-Nya, karena Allah swt sangatlah membenci kesombongan. Ingatlah ketika peristiwa terusirnya setan dan Nabi Adam as bersama Ibu Hawa yang diakibatkan karena adanya sebuah kesombongan dan pembangkangan dihadapan Allah swt

- Orang kaya banyak yang bermahabbah kepada duniawinya daripada Tuhannya sehingga kemahabbahan yang hakiki kepada Allah sudah dinomer-duakan, Bahkan dengan keterlenaannya pada materi duniawi itu seakan-akanmenomorsatukan duniawi dari pada Tuhannya . Namun bagi Allah swt hal-hal itu sudah dianggap menodai sebuah kesucian mahabbah yang sesungguhnya. Sedangkan orang-orang fakir miskin hampir kemahabbahannya pada duniawi tidak terbesit sedikitpun didalam jiwanya.

- Orang kaya jiwanya kebanyakkan penuh dengan ambisi dan gengsi yang besar sehingga rasa peduli dan pengertian pada orang-orang lemah hampir tidak ada. Sehingga yang terjadi didalam prilakunya adalah jiwa yang ingin memuaskan nafsunya semata. Egoisme yg tinggi, ingin menindas dan melenyapkan siapa saja yang menghalanginya sangat mendominasi jiwanya Sedangkan orang fakir miskin hampir tidak terbesit sama sekali jiwa yang ambisius dan gengsi yang besar. Karena gengsi dan ambisi itulah yang menjadikan jauh dari Allah swt.

- Dan masih banyak lagi alasan-alasan Allah swt untuk tidak memasukkan orang-orang kaya kedalam surga-Nya. Bagaimana dengan orang kaya yang mempunyai nilai ibadah dengan semangat didalam hidupnya.? Tentunya hal itu juga dipertimbangkan oleh Allah swt, tapi yang menjadi pertanyaan adalah benarkah rejeki yang didapatnya sudah halalan toyyibah? beranikah kemahabbahannya pada kemewahan itu harus diletakkan dan dibuang dari hidupnya.? Seperti yang telah dilakukan oleh istri Rosululloh saw sendiri Ibu Khatijah dan sahabat beliau Ustman bin Affan yang seluruh harta kemewahannya digunakan total untuk membantu perjuangan islam, sehingga didalam hidupnya tidak sedikit pun ada kecintaannya pada kemewahan duniawi yang hakikatnya mengambil jalan hidup seperti orang-orang fakir miskin. Dan benarkah hidupnya nanti tidak ada setitik kesombongan, ambisi dan gengsi didalam dirinya.? Kalau semua itu dapat dilewati dengan sempurna maka akan ada perkecualian dari Allah swt bagi orang-orang kaya seperti ini. Dan itu merupakan persyaratan sangat-sangat berat yang harus diterima oleh manusia di akhir jaman ini Tapi sekali lagi semua itu sudah sangatlah tipis kenyataan yang ditunjukkan oleh pribadi-pribadi orang kaya disetiap jamannya. Mereka-mereka malah banyak yang tergelincir dengan tipu daya duniawi.! Hal itu persis dengan apa yang sudah di firmankan oleh Allah swt di dalam Al-Qur’an surat

- Al-Haddid ayat 20;

” Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”

Inilah yang menjadikan alasan terakhir kita harus memperhatikan dan menjunjung tinggi martabat orang-orang fakir miskin didunia ini, sehingga tidak menjadikan salah kalau surga adalah hak milik sejati golongan orang fakir miskin. Mungkin barangkali dengan kita bermahabbah besar pada golongan ini kita akan ikut dimasukkan surga bersama-sama rombongan fakir miskin berserta Rosululloh saw. Mudah-mudahan kita bisa belajar banyak menyikapi hidup ini dengan sentuhan keperdulian pada orang-orang dhuafa disekitar kita.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar